Design Thinking merupakan sebuah pendekatan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang berorientasi pada pengguna, secara kreatif dan inovatif. Pendekatan ini banyak diterapkan di berbagai bidang. Pada ranah pendidikan, kesehatan, teknologi, seni, dan bisnis, kerap menggunakan pendekatan ini dalam proses penciptaan produk, layanan, atau sistem, sehingga memunculkan hasil yang lebih bermanfaat, menarik, dan ramah bagi pengguna. Design Thinking efektif dalam mengatasi masalah kompleks dan beragam, tanpa solusi tunggal dan definitif, termasuk hal-hal yang banyak berkaitan dengan berbagai faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Ketika sebuah perusahaan akan melakukan product development menggunakan pendekatan Design Thinking, banyak manfaat yang dapat ditarik, di antaranya adalah memudahkan perusahaan memahami kebutuhan calon konsumen, meningkatkan efisiensi proses desain, membantu menciptakan inovasi baru yang berkelanjutan, dan mengurangi risiko kegagalan produk, yang berimbas pada penghematan anggaran perusahaan dan selanjutnya meningkatkan pendapatan. Dari sebuah penelitian disimpulkan bahwa 71% perusahaan menyatakan setuju bahwa Design Thinking meningkatkan budaya kerja mereka, dan 69% dari yang setuju ini menyatakan bahwa Design Thinking membuat proses inovasi perusahaan lebih efisien.

Design Thinking adalah proses yang bersiklus, bergerak dinamis, dan bersifat kolaboratif. Dapat dikatakan bahwa ketika kita menjalankan proses Design Thinking pada sebuah projek, tahapan yang dilalui bisa saja kembali ke tahap sebelumnya, jika diperlukan, tergantung solusi yang hendak dicapai, adanya perubahan kondisi di lapangan, dan pelibatan pemangku kepentingan yang berbeda di dalam projek. Untuk itu perlu dikembangkan sikap optimis serta empati yang tinggi melalui sikap-sikap kepedulian kepada pengguna dan berani mencoba hal baru.

Berikut ini adalah sikap-sikap yang perlu dikembangkan dalam melakukan Design Thinking adalah: (1) fokus pada Pengguna (user-centered) merupakan sebuah keharusan. Solusi atas permasalahan harus berpusat pada kebutuhan pengguna, untuk menyelesaikan masalah pengguna; (2) iteratif (iterative) atau proses berulang dalam berinovasi sampai akhirnya diperoleh solusi paling optimal; (3) membebaskan kreativitas (highly creative) yang dikembangkan untuk menghasilkan solusi terbaik; (4) terjun langsung (hands on) melakukan pengujian ide produk kepada calon pengguna untuk dilihat efektivitasnya.

Dengan karakteristik Design Thinking yang lekat dengan ranah eksperimental, bukan berarti Design Thinking merupakan sebuah eksperimen, melainkan memberi daya dan mendorong peneliti melakukan eksperimen untuk memperoleh inovasi-inovasi. Inovasi merupakan hal yang menantang untuk diterapkan, meski tidak jarang bisa bertentangan dengan struktur organisasi, budaya, dan proses. Praktik Design Thinking membutuhkan pola pikir baru yang bergerak melampaui pendekatan konvensional terhadap inovasi, pengambilan risiko, dan kolaborasi.

Ada lima tahap dalam proses Design Thinking, yaitu:

  • Empati. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memahami kebutuhan, harapan, dan tantangan pengguna melalui observasi, wawancara, dan survei. Adanya empati membantu untuk menempatkan diri peneliti pada posisi pengguna, sehingga dapat merasakan dan memikirkan masalah dari sudut pandang mereka. Orientasi etnografi dalam penelitian memungkinkan terbangunnya wawasan mengenai situasi, penubuhan dan karakter kolektif pengguna ke dalam karya.
  • Definisi. Tahapan ini meliputi perumusan masalah yang ingin diselesaikan secara jelas, spesifik, dan terukur. Adanya definisi membantu mengidentifikasi tujuan, ruang lingkup, dan kriteria keberhasilan projek.
  • Ideasi. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menghasilkan berbagai kemungkinan solusi terhadap masalah tertentu dengan cara yang kreatif dan eklektik. Ideasi membantu dalam eksplorasi berbagai kemungkinan tanpa membatasi diri dengan asumsi dan batasan.
  • Prototipe. Tahapan ini merupakan perwujudan atas solusi yang dipilih, sehingga diperoleh simulasi versi sederhana secara cepat dan hemat biaya. Prototipe membantu dalam pengujian hipotesis untuk mendapatkan umpan balik, sehingga mampu meningkatkan kualitas solusi.
  • Pengujian. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengevaluasi kelayakan, efektivitas, dan kepuasan pengguna atas solusi yang dibuat, secara obyektif dan berulang. Pengujian membantu dalam pengukuran dampak, menemukan kekurangan, yang selanjutnya dapat dilakukan tindakan perbaikan.