Jakarta, 12 Desember 2024 – Program Master of Design BINUS kembali menghadirkan sesi inspiratif dalam kelas Design Culture dengan mengundang budayawan sebagai narasumber. Kelas ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman mahasiswa mengenai budaya lokal Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan desain.

Pada kesempatan kali ini, Bang Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, hadir sebagai pembicara dengan materi bertajuk “Kearifan Lokal Budaya Betawi.” Dalam paparannya, beliau menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan perpaduan antara pandangan hidup, ilmu pengetahuan, serta strategi masyarakat dalam menjawab berbagai tantangan kehidupan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Konsep kearifan lokal sendiri mencakup tiga aspek utama: kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge), dan kecerdasan setempat (local genius). Ketiga aspek ini menjadi fondasi dalam menjaga identitas budaya serta mendukung keberlanjutan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Betawi.

Melalui kelas ini, mahasiswa tidak hanya mendapatkan wawasan tentang budaya Betawi, tetapi juga diajak untuk mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai kearifan lokal dapat diintegrasikan dalam praktik desain yang relevan dengan perkembangan zaman. Inisiatif ini sejalan dengan visi Master of Design BINUS dalam menciptakan desainer yang tidak hanya inovatif tetapi juga memiliki kesadaran budaya yang kuat.

Kearifan lokal Budaya Betawi tidak terbentuk dalam waktu singkat, melainkan mengalami perkembangan dan akulturasi dari masa ke masa. Sejarah mencatat bahwa peradaban dan kebudayaan Betawi dapat ditelusuri hingga abad ke-5 SM, meskipun saat itu belum ada penyebutan spesifik untuk suku Betawi. Masyarakat yang menghuni wilayah tersebut dikenal sebagai Manusia Proto-Melayu Betawi, dengan peninggalan arkeologis seperti Situs Buni sebagai bukti keberadaannya.

Seiring berjalannya waktu, Jakarta mengalami berbagai periode perubahan, terutama ketika berkembang menjadi kota modern dunia. Transformasi fungsi wilayah ini turut memengaruhi hasil budaya yang tercipta, melahirkan kekayaan ekspresi budaya yang beragam. Berbagai warisan budaya tersebut mencakup folklore lisan, folklore setengah lisan, seni tari, seni musik, hingga seni teater tradisional. Setiap bentuk seni ini memiliki peran penting dalam masyarakat, baik dalam upacara sakral maupun acara umum.

Dengan kekayaan budaya lokal yang dimiliki, mahasiswa diharapkan dapat memahami pentingnya menjaga hak cipta dan kekayaan intelektual dari kearifan lokal Betawi. Pelestarian dan penghormatan terhadap budaya ini bukan hanya sebagai bentuk apresiasi, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga identitas dan keberlanjutan warisan budaya bagi generasi mendatang.

Selain warisan budaya dalam bentuk benda, kearifan lokal Betawi juga tercermin dalam tradisi lisan. Tradisi ini tidak hanya sekadar cerita atau ungkapan, tetapi juga mengandung nilai ideologis, filosofis, dan operasional yang menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat Betawi.

Salah satu contoh tradisi lisan yang mencerminkan nilai kemasyarakatan adalah pepatah:
“Kalo mao samè-samè, semut bisa mindain gunung”, yang mengajarkan tentang pentingnya gotong royong dan kebersamaan dalam mencapai tujuan besar.

Selain itu, ada pula tradisi lisan yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti:

  • Kemasyarakatan, yang tercermin dalam budaya ronda, rukun kematian, bersih kampung, dan pembangunan rumah ibadah.
  • Lingkungan dan Rumah, yang memiliki aturan dan nilai tersendiri dalam kehidupan masyarakat.
  • Hewan-hewan dalam budaya Betawi, yang sering kali memiliki makna simbolis dalam kehidupan sosial dan spiritual.

Melalui kelas ini, mahasiswa Master of Design (MDS) BINUS mendapatkan wawasan baru tentang bagaimana budaya dapat menjadi inspirasi dalam pengembangan desain. Baik dalam bentuk kajian akademik dalam tesis maupun eksplorasi karya desain, pemahaman mendalam terhadap budaya menjadi faktor penting dalam menciptakan karya yang memiliki nilai unik dan kontekstual di Indonesia.