Apa itu Emotional Design? Membuat Desain yang Dicintai Banyak Orang
Juicy Salif designed by Philippe Starck
Teori Emotional Design dikemukakan oleh Donald A. Norman melalui bukunya yang berjudul “Emotional Design – Why We Love or Hate Everyday Things” (Norman, 2004). Dalam karyanya tersebut, Norman membagi pengalaman emosional terhadap desain ke dalam tiga tingkat pemrosesan, yaitu visceral, behavioral, dan reflective. Teori ini kemudian digunakan sebagai pendekatan oleh para desainer untuk menciptakan karya yang tidak hanya fungsional, tetapi juga mampu membangkitkan emosi positif sehingga lebih disukai secara luas oleh konsumen.
Berikut ini adalah deskripsi untuk tiga level Emotional Design:
Level visceral berada pada ranah preconscious atau bawah sadar, di mana penampilan desain sangat berperan dalam membangkitkan respon emosional. Pada tahap ini, desain berhubungan langsung dengan pancaindra individu dan memengaruhi kesan awal saat berinteraksi dengan suatu objek.
Level behavioral berkaitan dengan kegunaan sebuah desain serta pengalaman yang dihasilkan saat digunakan. Pengalaman ini dapat ditinjau dari tiga aspek utama:
-
Fungsi, yaitu kemampuan atau nilai yang diberikan oleh desain.
-
Performa, yakni efektivitas dan ketahanan fungsi desain dalam jangka waktu tertentu.
-
Usability, yaitu tingkat kemudahan penggunaan yang memungkinkan desain berfungsi secara optimal.
Level reflective merupakan tingkatan tertinggi dalam emotional design. Pada tahap ini, individu melakukan proses berpikir dan pengambilan keputusan untuk menyukai atau tidak menyukai suatu desain. Penilaian tersebut dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu (memori), pertimbangan masa depan, serta faktor-faktor personal seperti latar belakang, budaya, ras, maupun kewarganegaraan.
Dalam memahami hal tersebut berikut ini adalah contoh produk desain yang ada dimasyarakat dalam tiga level pembagian:
Pada gambar di atas dapat dipahami bahwa smartwatch memiliki beberapa tingkatan dalam emotional design. Pada level visceral, kesan yang ditangkap secara inderawi adalah tampilan digital, modern, dan cerdas. Pada level behavioral, fungsi utamanya adalah sebagai penunjuk waktu sekaligus perangkat yang terhubung langsung dengan smartphone. Sementara pada level reflective, smartwatch memberikan nilai lebih berupa informasi kesehatan yang dapat memengaruhi gaya hidup dan keputusan pengguna.
Berikut ini adalah contoh lain :
Contoh selanjutnya adalah desain mobil Wuling Air EV. Dari sisi visceral, mobil ini menghadirkan kesan unik, funky, sekaligus simpel ketika dilihat maupun dirasakan oleh pengguna. Pada level behavioral, fungsinya sangat relevan bagi pengguna di kota besar seperti Jakarta, karena mampu melewati aturan ganjil-genap dan dengan ukuran yang ringkas memudahkan pengendara untuk bermanuver di tengah kemacetan. Sementara pada level reflective, Wuling Air EV mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan melalui konsep kendaraan listrik yang mendukung terciptanya zero emisi.
Emotional Design dapat menjadi bekal strategis bagi mahasiswa Magister Desain BINUS (Master of Design BINUS) dalam menghasilkan karya dan penelitian. Dengan pendekatan ini, tesis yang dihasilkan tidak hanya memperkuat kontribusi akademik, tetapi juga membuka peluang komersialisasi di tingkat nasional dan internasional.
Comments :