Desain dapat didefinisikan sebagai ” to conceive and plan out in the mind” (Webster). Ini menunjukkan bahwa desain mencakup proses yang luas dalam mengekspresikan ide menjadi karya atau studi oleh individu. Indonesia memiliki kekayaan pemikiran yang tercermin dalam berbagai rancangan tradisional yang dihasilkan oleh masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan ini terlihat dari beragam hasil budaya, mulai dari pakaian tradisional beserta proses pembuatan materialnya, bangunan tradisional, hingga produk-produk lainnya.

Situasi ekonomi global saat ini berada dalam kondisi stabil. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2024 diperkirakan mencapai 2,6%, sama seperti tahun 2023, kemudian meningkat menjadi 2,7% pada tahun 2025, dan stabil di tingkat yang sama pada 2026. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang luar biasa di tengah tantangan ekonomi global. Indonesia diproyeksikan mengalami ekspansi ekonomi sebesar 5,1% pada tahun 2025 dan 2026, didorong oleh pertumbuhan kelas menengah dan kebijakan ekonomi yang efektif. Pada tahun 2023, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional (Outlook Parekraf). Dalam era ekonomi global yang semakin terbuka, tidak ada batasan bagi peredaran barang, jasa, atau hasil pemikiran yang dikomersialisasikan di masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, nilai jual yang unik perlu menjadi pertimbangan penting ketika merancang produk komersial.

Dalam upaya memaksimalkan potensi ekonomi kreatif (ekraf), kekayaan intelektual (KI) memegang peran sentral dan membutuhkan strategi komersialisasi yang efektif. KI berfungsi sebagai kunci monetisasi bagi pelaku ekraf. Elemen-elemen seperti merek, desain industri, dan hak cipta memungkinkan para pelaku ekraf melindungi ide serta karya mereka, sekaligus meraih keuntungan finansial. Pentingnya komersialisasi KI perlu mendapat perhatian serius karena potensi ekonominya yang sangat luas. Berdasarkan data Licence Global Report (2023), penjualan barang dan jasa berbasis KI mencapai US$356,5 miliar, dengan pertumbuhan 4,6%. Dari jumlah tersebut, industri hiburan berbasis karakter mencatat pertumbuhan 6,9%, menghasilkan pendapatan US$147,6 miliar, didorong oleh anime, video game, dan media sosial sebagai sektor utama.

Berbagai contoh keberhasilan pemanfaatan kekayaan intelektual (KI) di Indonesia menunjukkan potensi besar di industri kreatif. Salah satu contoh adalah Si Juki, yang berawal dari komik di platform media sosial dan kini sukses merambah ke berbagai medium, termasuk film. Ekspansi Si Juki terus berkembang ke berbagai kanal seperti merchandise, video game, hingga brand ambassador, dengan kolaborasi bersama berbagai brand ternama. Keberhasilan ini menginspirasi pelaku ekonomi kreatif lainnya untuk semakin menyadari pentingnya KI. Hal ini terlihat dari munculnya KI baru seperti Desa Timun, Rana Uko, Keluarga Somat, dan Si Neli.

Selain di bidang animasi, contoh lain adalah Podcast Agak Laen, yang telah berhasil berekspansi ke format film dan merchandise. Begitu juga dengan KI di bidang event, seperti Artjog dan Ideafest, yang berhasil menjadi wadah besar bagi pelaku seni dan kreatif. Untuk mendukung perkembangan KI lokal ini, diperlukan layanan dan program yang berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan guna mengkomersialisasikan KI secara optimal.

Dalam memanfaatkan kekayaan intelektual (KI) untuk perkembangan ekonomi kreatif (ekraf), sebanyak 67,50% ahli menyatakan bahwa monetisasi karya memiliki potensi besar pada tahun 2025. Hal ini dipandang dapat membuka peluang bagi pelaku industri untuk mengembangkan produk mereka. Kesuksesan karakter seperti Tahi Lalat dan Si Juki menjadi bukti nyata bahwa pelaku ekraf yang berhasil memanfaatkan KI dapat mencapai keberhasilan. Saat ini, semakin banyak produk kreatif lokal yang mengikuti jejak sukses tersebut.

Selain itu, KI juga dianggap dapat memberikan akses lebih luas ke pasar internasional dan lokal, dengan 47,50% ahli menyatakan bahwa KI bisa membantu ekspansi produk. Sebanyak 42,50% ahli juga percaya bahwa KI berpotensi meningkatkan nilai ekonomi suatu produk kreatif. Dalam hal ini, setiap proses desain, baik yang diwujudkan dalam bentuk cipta karya maupun rumusan ide, dapat menjadi bagian dari kekayaan intelektual yang dapat dimonetisasi, membuka peluang lebih besar bagi para pelaku ekraf.

Pentingnya Edukasi Kekayaan Intelektual dalam Monetisasi Desain

Kekayaan intelektual (KI) memang vital bagi sektor ekonomi kreatif, namun perkembangannya menghadapi beberapa hambatan. Sebanyak 67,5% ahli menyatakan bahwa kurangnya kesadaran dan edukasi tentang KI menjadi kendala utama bagi para pelaku ekraf. Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi dalam cipta karya dan studi desain untuk meningkatkan potensi monetisasi karya kreatif.

Master of Design di BINUS memiliki visi untuk menghasilkan individu sebagai Advance Designpreneurs—yaitu individu yang mampu menciptakan riset cipta karya atau kajian desain dengan nilai budaya, teknologi, dan bisnis untuk menjawab tantangan global.

Kelengkapan integrasi ilmu yang diberikan kepada individu akan membentuk pemahaman komprehensif yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan desain yang dapat dimonetisasi. Pendekatan yang inklusif terhadap nilai-nilai budaya, dengan mengutamakan aspek keberlanjutan, dapat dimanfaatkan sebagai elemen unik dalam desain. Sinergi antara ide bisnis dan desain menghasilkan kekayaan intelektual yang siap dimonetisasi.

Selain itu, teknologi berperan penting dalam meningkatkan user experience dari hasil karya kreatif dan studi desain. Proses riset di Master of Design BINUS membantu mahasiswa merumuskan karya atau kajian desain secara mendetail, sehingga dapat dimonetisasi. Dengan menggabungkan karya dan kajian desain yang berorientasi pada bisnis untuk memaksimalkan kekayaan intelektual, program ini berkontribusi pada percepatan inovasi di sektor ekonomi kreatif di Indonesia.